Selasa, 22 November 2011

ruang terbuka kota

suatu kota tentu membutuhkan suatu ruang terbuka yang hijau sebagai paru-paru kota, lahan terbuka ini bisa digunakan sebagai sarana umum seperti taman bermain, dan sebagai lahan penghijauan.

Penyusunan rencana pemanfaatan RTHKP merupakan bagian dari rencana pemanfaatan tata ruang, dan RTHKP dituangkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan dengan skala peta sekurang-kurangnya 1 : 5.000. Undang-undang mengamanatkan bahwa alokasi ruang untuk RTHKP luas ideal minimal 30%[1] dari luas kawasan, namun pada regulasi yang lain disebutkan luas minimal sebesar 20%[2] dari luas kawasan.

Dalam perencanaan RTHKP, ruang terbuka hijau yang diatur dalam perencanaan mencakup RTH publik dan privat. Komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan RTHKP adalah i) jenis, ii) lokasi, iii) luas, iv) kebutuhan biaya, v) waktu pelaksanaan dan vi) desain teknis. Selanjutnya perencanaan RTHKP lebih lanjut ditetapkan melalui peraturan daerah.
Dalam rangka pengembangan RTH, ada beberapa hal yang dapat dilakukan dan dipertimbangkan, yakni :
1) Pencetakan baru
Secara umum dalam sebuah kota, RTH biasanya dikuasai oleh pemerintah dengan cara perolehan antara lain melalui alih fungsi lahan menjadi / diperuntukkan menjadi RTH, mangalihfungsikan RTH yang telah mengalami alihfungsi, tukar belai atau membeli. Mendorong swasta / privat untuk memanfaatkan lahannya (lahan yang belum difungsikan) sebagai RTH, tetapi untuk kepentingan swasta / privat namun dapat menambah kapasitas sistem alami perkotaan. Selain itu, mendorong kawasan permukiman baru untuk menyediakan / diharuskan menyediakan lahan untuk RTH secara proporsional dan pembangunannya diawasi secara ketat.
2) Intensifikasi hijau
Ruang-ruang terbuka kota yang tidak hijau sebaiknya dihijaukan, seperti tepi jalan, median jalan, bantaran sungai, area bahaya dibawah jaringan listrik tegangan tinggi.
3) Pengaturan kapling milik swasta / privat
Kapling milik swasta / privat terbagi menjadi area yang murni pribadi (misalnya patio dan halaman belakang) serta semi publik (misalnya halaman depan). Area yang murni pribadi dapat dapat dikendalikan melalui peraturan Koefisian Dasar Hijau – KDH, sedangkan halam depan menggunakan peraturan garis sempadan bangunan – GSB. Pengaturan ini masuk dalam penggalangan peranserta masyarakat kota.
Selanjutnya dalam tahap rencana pembangunan dan pengembangan RTHKP ini, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan[3], yaitu :
Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan ditentukan secara komposit oleh 3 (tiga) komponen berikut ini, yaitu a) kapasitas atau daya dukung alami wilayah, b) kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan dan bentuk pelayanan lainnya), c) arah dan tujuan pembangunan kota. RTH berluas minimum merupakan RTH yang berfungsi ekologis yang berlokasi, berukuran dan berbentuk pasti yang melingkupi RTH publik dan privat. RTH publik harus berukuran sama atau lebih luas dari RTH luas minimal, dan RTH privat merupakan RTH pendukung dan penambah nilai rasio, terutama dalam meningkatkan nilai dan kualitas lingkungan dan kultural kota.
Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH.
Struktur dan pola RTH yang akan dikenbangkan (bentuk, konfigurasi dan distribusi).
Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota.

ruang terbuka kota



suatu kota tentu membutuhkan suatu ruang terbuka yang hijau sebagai paru-paru kota, lahan terbuka ini bisa digunakan sebagai sarana umum seperti taman bermain, dan sebagai lahan penghijauan.
Penyusunan rencana pemanfaatan RTHKP merupakan bagian dari rencana pemanfaatan tata ruang, dan RTHKP dituangkan dalam Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan dengan skala peta sekurang-kurangnya 1 : 5.000. Undang-undang mengamanatkan bahwa alokasi ruang untuk RTHKP luas ideal minimal 30%[1] dari luas kawasan, namun pada regulasi yang lain disebutkan luas minimal sebesar 20%[2] dari luas kawasan.

Dalam perencanaan RTHKP, ruang terbuka hijau yang diatur dalam perencanaan mencakup RTH publik dan privat. Komponen yang perlu diperhatikan dalam perencanaan RTHKP adalah i) jenis, ii) lokasi, iii) luas, iv) kebutuhan biaya, v) waktu pelaksanaan dan vi) desain teknis. Selanjutnya perencanaan RTHKP lebih lanjut ditetapkan melalui peraturan daerah.
Dalam rangka pengembangan RTH, ada beberapa hal yang dapat dilakukan dan dipertimbangkan, yakni :
1) Pencetakan baru
Secara umum dalam sebuah kota, RTH biasanya dikuasai oleh pemerintah dengan cara perolehan antara lain melalui alih fungsi lahan menjadi / diperuntukkan menjadi RTH, mangalihfungsikan RTH yang telah mengalami alihfungsi, tukar belai atau membeli. Mendorong swasta / privat untuk memanfaatkan lahannya (lahan yang belum difungsikan) sebagai RTH, tetapi untuk kepentingan swasta / privat namun dapat menambah kapasitas sistem alami perkotaan. Selain itu, mendorong kawasan permukiman baru untuk menyediakan / diharuskan menyediakan lahan untuk RTH secara proporsional dan pembangunannya diawasi secara ketat.
2) Intensifikasi hijau
Ruang-ruang terbuka kota yang tidak hijau sebaiknya dihijaukan, seperti tepi jalan, median jalan, bantaran sungai, area bahaya dibawah jaringan listrik tegangan tinggi.
3) Pengaturan kapling milik swasta / privat
Kapling milik swasta / privat terbagi menjadi area yang murni pribadi (misalnya patio dan halaman belakang) serta semi publik (misalnya halaman depan). Area yang murni pribadi dapat dapat dikendalikan melalui peraturan Koefisian Dasar Hijau – KDH, sedangkan halam depan menggunakan peraturan garis sempadan bangunan – GSB. Pengaturan ini masuk dalam penggalangan peranserta masyarakat kota.
Selanjutnya dalam tahap rencana pembangunan dan pengembangan RTHKP ini, ada 4 (empat) hal utama yang harus diperhatikan[3], yaitu :
Luas RTH minimum yang diperlukan dalam suatu wilayah perkotaan ditentukan secara komposit oleh 3 (tiga) komponen berikut ini, yaitu a) kapasitas atau daya dukung alami wilayah, b) kebutuhan per kapita (kenyamanan, kesehatan dan bentuk pelayanan lainnya), c) arah dan tujuan pembangunan kota. RTH berluas minimum merupakan RTH yang berfungsi ekologis yang berlokasi, berukuran dan berbentuk pasti yang melingkupi RTH publik dan privat. RTH publik harus berukuran sama atau lebih luas dari RTH luas minimal, dan RTH privat merupakan RTH pendukung dan penambah nilai rasio, terutama dalam meningkatkan nilai dan kualitas lingkungan dan kultural kota.
Lokasi lahan kota yang potensial dan tersedia untuk RTH.
Struktur dan pola RTH yang akan dikenbangkan (bentuk, konfigurasi dan distribusi).
Seleksi tanaman sesuai kepentingan dan tujuan pembangunan kota.