Sabtu, 05 Juli 2014

Pelestarian Kampung Betawi Marunda

Sebagai kawasan bersejarah, sudah sepatutnya Kawasan Kampung Betawi Marunda di wilayah Cilincing, Jakarta Utara ini mendapat perhatian khusus dari pemerintah maupun masyarakat. Kawasan Marunda kini bagai tengah menggenggam sejarah di tengah gebalau Jakarta yang seolah lebih tertarik menyibukkan diri menjadi Kota Megapolitan, dibanding menengok keanggunan pesona kearifan lokalnya sendiri. Setidaknya, di wilayah ini terdapat dua bangunan penting yanng menjadi saksi bisu perjalanan masyarakat Betawi, yaitu rumah si Pitung dan Masjid Al-Alam yang keduanya kini telah menjadi cagar budaya Jakarta. Inilah potret kawasan yang menyisakan jejak-jejak masa lalu Batavia, namun seperti tak ada lagi yang sudi mempedulikannya saat ini.
Rumah Si Pitung yang kini telah menjadi Cagar Budaya

Masjid Al-Alam yang terkisah dalam asal nama Marunda

Derap pembangunan bukan tak menyentuh Marunda. Sejak awal tahun 1980-an, masalnya, di bagian wilayah barat Marunda telah dibangun kawasan industri raksasa: Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Akibatnya, satu RW, dua RT, dan kantor kelurahan terpaksa dipindahkan ke Marunda Baru.
Perkampungan warga "tergusur" di Marunda Baru kini sudah ditata rapi, mirip kompleks perumahan di perkotaan. Selain lorong-lorong kampung yang beraspal, Marunda Baru juga sudah dilengkapi sejumlah fasilitas umum dan fasilitas sosial. Di sana, kini ada alun-alun kelurahan yang bisa dipakai lapangan bola dan sekolah menengah atas.
Kini, memang masih ada ratusan warga Marunda yang bekerja sebagai nelayan. Namun, menurut penuturan sejumlah warga, nelayan yang masih tersisa itu umunya bukan penduduk Marunda asli. Mereka adalah pendatang dari berbagai daerah, seperti Bugis, Jawa, dan Madura.
Dalam mencari kerja, generasi muda Marunda kini lebih berorientasi ke darat. Namun, karena terbentur rendahnya pendidikan, generasi muda Marunda umumnya hanya terserap di tingkat pekerja kasar. Petani tambak, buruh pabrik, atau tukang ojek menjadi ajang profesi mereka.


Sumber:
http://www.jakartautara.co/2011/11/marunda-jejak-sejarah-yang-tersisa.html

Sejarah Kawasan Marunda-Kampung Betawi



Situs-situs sejarah yang banyak meninggalkan hikmah seringkali terlupakan oleh sebagian besar masyarakat, khususnya masyarakat Ibukota. Hal ini dapat terlihat dari kurangnya perawatan dan pemeliharaan pada situs-situs sejarah tersebut, dan sedikitnya minat pengunjung untuk mengunjungi-terlebih mendatangi- kawasan-kawasan yang sarat dengan nilai sejarah. Kampung Betawi di wilayah Marunda salah satunya. Marunda merupakan daerah di Jakarta yang penduduknya masih melestarikan bangunan rumah tradisional Betawi. Letaknya di pinggir pantai, sehingga sebagian besar penduduk berprofesi sebagai nelayan. Menurut kisah turun-temurun, disinilah tempat si Pitung, Jagoan Betawi tinggal.
Gambar Rumah Si Pitung

Asal nama Marunda menurut legenda terdapat dua versi. Pertama, menurut cerita, Kampung Marunda berawal dari sebuah masjid yang pembangunannya terpaksa ditunda lantaran masyarakat setempat belum bisa menerima syiar agama Islam. Marunda berasal dari kata tunda. Sehingga Kampung Marunda adalah kampung tempat berdirinya masjid yang tertunda.
Kisah yang kedua, konon nama Marunda berasal dari seorang perampok yang bernama Ronda. Akan tetapi kisah perampok bernama Ronda ini tidak dapat dijadikan sumber acuan sejarah. Sebab, Kampung Marunda telah ada sejak akhir abad 17. Sedangkan kisah perampok ini muncul pada tahun 70-an.
Dalam perkembangannya, Marunda telah menjadi daerah kumuh di utara jakarta. Hal ini disebabkan oleh kurangnya perhatian pemerintah dan masyarakat dalam melestarikan dan merawat situs sejarah yang berbatasan langsung dengan laut Jawa ini.