Rumah Si Pitung yang kini telah menjadi Cagar Budaya
Masjid Al-Alam yang terkisah dalam asal nama Marunda
Derap pembangunan bukan tak menyentuh Marunda. Sejak awal tahun 1980-an, masalnya, di bagian wilayah barat Marunda telah dibangun kawasan industri raksasa: Kawasan Berikat Nusantara (KBN). Akibatnya, satu RW, dua RT, dan kantor kelurahan terpaksa dipindahkan ke Marunda Baru.
Perkampungan warga "tergusur" di Marunda Baru kini sudah ditata rapi, mirip kompleks perumahan di perkotaan. Selain lorong-lorong kampung yang beraspal, Marunda Baru juga sudah dilengkapi sejumlah fasilitas umum dan fasilitas sosial. Di sana, kini ada alun-alun kelurahan yang bisa dipakai lapangan bola dan sekolah menengah atas.
Kini, memang masih ada ratusan warga Marunda yang bekerja sebagai nelayan. Namun, menurut penuturan sejumlah warga, nelayan yang masih tersisa itu umunya bukan penduduk Marunda asli. Mereka adalah pendatang dari berbagai daerah, seperti Bugis, Jawa, dan Madura.
Dalam mencari kerja, generasi muda Marunda kini lebih berorientasi ke darat. Namun, karena terbentur rendahnya pendidikan, generasi muda Marunda umumnya hanya terserap di tingkat pekerja kasar. Petani tambak, buruh pabrik, atau tukang ojek menjadi ajang profesi mereka.
Sumber:
http://www.jakartautara.co/2011/11/marunda-jejak-sejarah-yang-tersisa.html